-->

Wanita Pertama Yang Hafal Al Quran 30 Juz


Siapakah Wanita Pertama Yang Hafal Al Quran 30 Juz ? Ya .. dia adalah HAFSHAH Di episode kali ini Mari kita simak kisah mengenai wanita yang bernama HAFSHAH.

DAN MASA PERTUMBUHAN HAFSHAH

Wanita Pertama Yang Hafal Al Quran 30 Juz
Gambar ilustrasi


Hafshah adalah putri dari Umar bin Khattab, sahabat Rasulullah yang terkenal dengan ketegasannya dalam menegakkan agama Islam dan termasyhur dengan kesederhanaan serta keadilannya saat menjabat sebagai Khalifah. Beliau 'Umar juga berhasil dalam menaklukkan banyak wilayah.

Hafshah dilahirkan pada tahun yang sangat terkenal dalam sejarah Quraisy, yaitu ketika Rasullullah, memindahkan Hajar Aswad ke tempatnya semula setelah Ka’bah dibangun kembali akibat roboh terkena banjir. Hafshah lahir beberapa hari setelah lahirnya Fatimah Az Zahra, putri bungsu Rasulullah.

Al kisah Umar bin Khattab sangat marah saat mengetahui bahwa bayi yang dilahirkan oleh Zainab, istrinya adalah seorang bayi perempuan. Saat itu adat jahiliyah Qurays menganggap bahwa kelahiran anak perempuan membawa aib bagi para keluarga. Andai saja saat itu Umar tahu bahwa anak perempuannya akan membawa keberuntungan, tentulah ia menjadi orang yang paling bahagia, karena anak yang dinamai Hafshah itu kelak akan menjadi istri Rasulullah.

Hafshah dibesarkan dan di didik dengan mewarisi sifat ayahnya, Umar bin Khattab. Dia menjadi wanita yang sangat pemberani, kepribadiannya kuat, dan ucapannya tegas. Aisyah menggambarkan sifat Hafshah sama dengan ayahnya.

Kelebihan lain dari Hafshah yaitu pandai membaca dan menulis, padahal saat itu kemampuan tersebut sangat jarang dikuasai seorang orang laki-laki, apalagi untuk perempuan.

Hafshah tidak termasuk golongan yang pertama masuk Islam, karena saat dia lahir ayahnya masih menjadi musuh utama umat Islam. Hingga akhirnya suatu hari Umar bin Khattab masuk Islam dan menyatakan keIslamannya di hadapan Rasulullah. Umar pun mengajak seluruh anggota keluarganya masuk Islam, termasuk Hafshah yang saat itu berusia 10 tahun.

MENIKAH DAN HIJRAH KE MADINAH

Kabar Ke Islaman Umar bin Khattab disambut dengan sukacita oleh para sahabat yang sedang hijrah ke Habasyah. Hal ini membuat mereka ingin kembali ke Mekkah karena berharap bahwa Mekah sudah lebih kondusif sejak ke Islaman Umar bin Khattab, yang dulu menjadi musuh utama Nabi di samping Abu Jahal.

Di antara para muhajirin yang kembali ke Mekah ada seorang pemuda bernama Khunais bin Hudzafa. Pemuda itu sangat mencintai Rasulullah sebagaimana dia mencintai keluarga dan kampung halamannya. Dia hijrah ke Habasyah untuk menyelamatkan diri dan agamanya.

Setibanya di Mekah, dia segera mengunjungi Umar bin Khaththab, dan di sana dia melihat Hafshah. Dia pun meminta Umar untuk menikahkan dirinya dengan Hafshah, dan Umar merestuinya.

Pernikahan antara mujahid dan mukminah mulia pun berlangsung. Rumah tangga mereka sangat berbahagia karena dilandasi dengan keimanan dan ketakwaan.

Ketika intimidasi kaum kafir Qurays di Mekah makin kejam, maka Rasulullah memerintahkan para sahabat untuk hijrah ke Madinah. Hafshah dan Khunais pun ikut hijrah ke Madinah.

Setelah beberapa waktu di Madinah, permusuhan kafir Qurays tidak juga berhenti. Hingga akhirnya pecahlah perang melawan kafir Qurays. Khunais ikut dalam peperangan ini (ada yang mengatakan Perang Badar) dan dia terluka sangat parah hingga akhirnya syahid.

Hafshah pun menjadi janda, padahal saat itu usianya baru 18 tahun, namun Hafshah memiliki kesabaran dalam menghadapi cobaan yang menimpanya.

DITOLAK ABU BAKAR DAN USMAN

Umar benar-benar merasakan gelisah dengan adanya keadaan putrinya yang menjanda dalam keadaan masih muda. Umar masih merasakan kesedihan dengan wafatnya menantunya, Khunais, seorang muhajir dan mujahid.

Umar makin sedih setiap kali masuk rumah melihat putrinya dalam keadaan berduka. Setelah berfikir panjang maka Umar berkesimpulan untuk mencarikan suami untuk putrinya agar kebahagiaan yang telah hilang dapat kembali.

Akhirnya pilihan Umar jatuh pada Abu Bakar Ash Shidiq, orang yang paling dicintai Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam.  Abu Bakar dengan sifat tenggang rasa dan kelembutannya  diharapkan dapat membimbing Hafshah yang mewarisi watak bapaknya yakni bersemangat tinggi dan berwatak tegas.

Maka segeralah Umar menemui Abu Bakar dan menceritakan perihal Hafshah berserta ujian yang menimpa dirinya yakni berstatus janda. Sedangkan ash-Shiddiq memperhatikan dengan rasa iba dan belas kasihan.

Kemudian barulah Umar menawari Abu Bakar agar mau memperistri putrinya. Dalam hatinya dia tidak ragu bahwa Abu Bakar mau menerima seorang yang masih muda dan bertaqwa, putri dari seorang laki-laki yang dijadikan oleh Allah penyebab untuk menguatkan Islam.

Namun ternyata Abu Bakar tidak menjawab apa-apa. Maka berpalinglah Umar dengan membawa kekecewaan hatinya yang hampir-hampir dia tidak percaya (dengan sikap Abu Bakar).

Kemudian dia melangkahkan kakinya menuju rumah Utsman bin Affan yang mana ketika itu istri beliau yang bernama Ruqqayah binti Rasulullah telah wafat karena sakit yang dideritanya.

Umar menceritakan perihal putrinya kepada Utsman dan menawari agar mau menikahi putrinya, namun Usman menjawab: “Aku belum ingin menikah saat ini”.

Semakin bertambahlah kesedihan Umar atas penolakan Utsman tersebut setelah ditolak oleh Abu Bakar. Dan beliau merasa malu untuk bertemu dengan salah seorang dari kedua shahabatnya itu.

Kemudian Umar menghadap Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan mengadukan keadaan dan sikap Abu Bakar maupun Utsman. Maka tersenyumlah Rasulllah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata:
“Hafshah akan dinikahi oleh orang yang lebih baik dari Abu Bakar dan Utsman. Sedangkan Ustman akan menikahi wanita yang lebih baik daripada Hafshah (yaitu putri beliau Ummu Kultsum-red)”

Wajah Umar bin Khathab berseri-seri karena kemuliaan yang agung ini yang mana belum pernah terlintas dalam angan-angannya. Hilanglah segala kesusahan hatinya, maka dengan segera dia menyampaikan kabar gembira tersebut kepada setiap orang yang dicintainya.

Abu Bakar adalah orang yang pertama kali beliau temui. Maka tatkala Abu Bakar melihat Umar dalam keadaan gembira dan suka cita maka beliau mengucapkan selamat kepada Umar dan meminta maaf kepada Umar sambil berkata
“Janganlah engkau marah kepadaku wahai Umar, karena aku telah mendengar Rasulullah menyebut-nyebut Hafshah. Hanya saja aku tidak ingin membuka rahasia Rasulullah. Seandainya beliau menolak Hafshah maka pastilah aku akan menikahinya."

Maka Madinah mendapat barokah dengan indahnya pernikahan Rasulullah dengan Hafshah binti Umar pada bulan Sya’ban tahun ketiga Hijriyah. Begitu pula barokah dari pernikahan Utsman bin Affan dengan Ummu Kultsum binti Muhammad pada bulan Jumadil Akhir tahun ketiga Hijriyah juga.

MENJADI ISTRI RASULULLAH

Di rumah Rasulullah, Hafshah menempati kamar khusus, sama dengan Saudah binti Zum’ah dan Aisyah binti Abu Bakar.

Secara manusiawi, Aisyah sangat mencemburui Hafshah karena mereka sebaya, lain halnya Saudah binti Zum’ah yang menganggap Hafshah sebagai wanita mulia putri Umar bin Khaththab, sahabat Rasulullah yang terhormat.

Umar memahami bagaimana tingginya kedudukan Aisyah di hati Rasulullah. Karena itu Umar berpesan kepada Hafshah agar berusaha dekat dengan Aisyah dan mencintainya. Selain itu, Umar meminta agar Hafshah menjaga tindak-tanduknya sehingga di antara mereka berdua tidak terjadi perselisihan.

Akan tetapi, memang sangat manusiawi jika di antara mereka masih saja terjadi kesalahpahaman yang bersumber dari rasa cemburu. Dengan lapang dada Rasulullah mendamaikan mereka tanpa menimbulkan kesedihan di antara istri – istrinya.

Hafshah pernah menyusahkan Nabi karena dibakar api cemburu. Meskipun Nabi telah berusaha meredakannya, namun watak Hafshah yang sangat keras dan berani melawan beliau, membuat Rasulullah marah dan menceraikannya. Sumber: Dzaujatur-Rasulullah, karya Amru Yusuf, Penerbit Darus-Sa’abu, Riyad


HAFSHAH, Wanita Pertama Yang Hafal Al Quran 30 Juz 


Wanita Pertama Yang Hafal Al Quran 30 Juz


“Dia adalah seorang wanita yang rajin shaum, rajin shalat dan dia adalah istrimu di surga”.

DIBAKAR API CEMBURU

Peristiwa ini bermula ketika Mariyah al-Qibtiyah datang menemui Rasulullah dalam suatu urusan. Saat itu Rasulullah sedang berada di rumah Hafshah.

Mariyah berada jauh dari masjid, dan Rasulullah menyuruhnya masuk ke dalam rumah Hafshah. Saat itu Hafshah sedang pergi ke rumah ayahnya.

Saat kembali, dia melihat Rasulullah dan Mariyah berada di dalam rumahnya. Melihat kejadian itu, amarah Hafshah meledak. Hafshah pun menangis penuh amarah.

Rasulullah berusaha membujuk dan meredakan amarah Hafshah, bahkan beliau bersumpah mengharamkan Mariyah baginya kalau Mariyah tidak meminta maaf pada Hafshah. Dan Nabi meminta agar Hafshah merahasiakan kejadian tersebut."Jangan ceritakan pada Aisyah.".

Rasulullah tahu bahwa Aisyah sangat pencemburu. Jika berita ini sampai padanya, maka ketentraman rumah tangga beliau akan terganggu. Namun ternyata berita itu tersebar dan sampai ke Aisyah.

Allah menurunkan ayat berikut ini sebagai antisipasi atas isu-isu yang tersebar:
“Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang telah Allah halalkan bagimu karena mencari kesenangan hati istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada kamu sekalian membebaskan diri dari sumpahmu, dan Allah adalah pelindungmu dan Dia Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dan istri-istrinya (Hafshah) suatu peristiwa. Maka tatkala di menceritakan peristiwa itu (kepada Aisyah) dan Allah memberitahukan hal itu kepada Muhammad lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberitakan Allah kepadanya) dan rnenyembunyikan sebagian yang lain (kepada Hafshah).

Maka tatkala (Muhammad) memberitahukan pembicaraan (antara Hafshah dan Aisyah) lalu Hafshah bertanya, ‘Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?’
Nabi menjawab, ‘Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. Jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan);

Dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah pelindungnya (begitu pula) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik; dan selain itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula.

Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertobat, yang mengerjakan ibadah, yang berpuasa, yang janda, dan yang perawan.” (Qs. At-Tahrim:1-5)

Rasulullah sangat marah dengan perbuatan Hafshah ini karena melanggar janjinya untuk tidak menyebarkan berita tersebut. Rasulullah pun menceraikan Hafshah.

Diceraikan oleh Rasulullah adalah sebuah mala petaka bagi Hafshah. Dia sangat menyesali perbuatannya. Hafshah pun meminta maaf pada beliau dan memohon ampunan kepada Allah.

Malaikat Jibril pun datang kepada Nabi untuk membawa perintah dari Allah untuk rujuk kembali dengan Hafshah. Jibril berkata :

“Dia adalah seorang wanita yang rajin shaum, rajin shalat dan dia adalah istrimu di surga”.

Hafshah pun akhirnya menjadi tenang setelah Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam memaafkannya dan mengajaknya rujuk kembali.

COBAAN BESAR

Umar bin Khathab mengingatkan Hafshah, putrinya, agar tidak lagi membangkitkan amarah Rasulullah dan senantiasa menaati serta mencari keridhaan beliau.

Hafshah adalah seorang wanita yang cerdas dan berani. Dia sering bertanya kepada Rasulullah tentang berbagai hal dan itu menyebabkan Umar marah pada Hafshah. Umar khawatir Hafshah melampaui batas dan menyusahkan Nabi lagi.

Namun Rasulullah senantiasa memperlakukan Hafshah dengan lemah lembut dan penuh kasih sayang. Beliau bersabda, “Berwasiatlah engkau kepada kaum wanita dengan baik.”

Rasulullah adalah seorang manusia yang akhlaknya paling baik. Sebagai seorang suami, Rasulullah adalah suami yang memperlakukan istrinya dengan sangat baik, penuh kelembutan dan kasih sayang. Bahkan Rasulullah adalah seorang suami yang sangat sabar menghadapi istri-istrinya yang berbeda karakter.

Namun demikian, kesabaran Rasulullah ini kadang membuat istri-istrinya jadi berani. Hal ini mengherankan Umar bin Khattab dimana dia tahu bahwa adat kebiasaan wanita di Mekah sangat takut pada suaminya. Karena di jaman jahiliyah, wanita tidak ada harganya.

Namun demikian, pernah Rasulullah sangat marah kepada istri-istrinya, ketika mereka bersama-sama menuntut tambahan nafkah. Padahal Rasulullah tidak memiliki banyak harta.

Rasulullah sangat marah dan berniat menjauhi istri-istrinya. Hingga turun wahyu dari Allah :
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, jika kalian menghendaki kehidupan dunia dan segala perhiasannya, maka kemarilah, aku akan memenuhi keinginanmu itu dan aku akan menceraikanmu secara baik-baik.

Dan jika kalian menginginkan (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya serta (kesenangan) di kampung akhirat, sesungguhnya Allah akan menyediakan bagi hamba-hamba yang baik di antara kalian pahala yang besar.” (QS. Al-Ahzab)

Rasulullah menjauhi istri-istrinya selama 1 bulan di dalam sebuah kamar yang disebut khazanah, dan seorang pelayan bernama Rabah duduk di depan pintu kamar.

Setelah kejadian itu tersebarlah kabar yang meresahkan bahwa Rasulullah telah menceraikan istri-istri beliau. Yang paling merasakan keresahan adalah Umar bin Khaththab, sehingga dia segera menemui putrinya yang sedang menangis.

Umar berkata, “Sepertinya Rasulullah telah menceraikanmu.”
Dengan terisak Hafshah menjawab, “Aku tidak tahu.”
Umar berkata,
“Beliau telah menceraikanmu sekali dan merujukmu lagi karena aku. Jika beliau menceraikanmu sekali lagi, aku tidak akan berbicara denganmu selama-lamanya.”
Hafshah menangis dan menyesali kelalaiannya terhadap suami dan ayahnya.

Setelah beberapa hari Rasulullah menyendiri, belum ada seorang pun yang dapat memastikan apakah beliau menceraikan istri-istri beliau atau tidak. Karena tidak sabar, Umar mendatangi khazanah untuk menemui Rasulullah yang sedang menyendiri. Umar menemui Rasulullah bukan karena anaknya, melainkan karena cintanya kepada beliau dan merasa sangat sedih melihat keadaan beliau.

Dia merasa putrinyalah yang menjadi penyebab kesedihan beliau. Umar pun meminta penjelasan dari beliau walaupun di sisi lain dia sangat yakin bahwa beliau tidak akan menceraikan istri – istri beliau. Dan memang benar, Rasulullah tidak akan menceraikan istri-istri beliau sehingga Umar meminta izin untuk mengumumkan kabar gembira itu kepada kaum muslimin.

Umar pergi ke masjid dan mengabarkan bahwa Rasulullah tidak menceraikan istri-istri beliau. Kaum muslimin menyambut gembira kabar tersebut, dan tentu yang lebih gembira lagi adalah istri-istri beliau.

Setelah genap sebulan Rasulullah menjauhi istri-istrinya, beliau kembali kepada mereka. Beliau melihat penyesalan tergambar dari wajah mereka. Tentu saja mereka memilih Allah dan Rasul-Nya daripada dunia yang sementara ini.

Hafshah dapat dikatakan sebagai istri Rasul yang paling menyesal sehingga dia mendekatkan diri kepada Allah dengan sepenuh hati dan menjadikannya sebagai tebusan bagi Rasulullah.
Hafshah memperbanyak ibadah, terutama puasa dan shalat malam. Hafshah mengisi hidupnya sebagai seorang ahli ibadah dan ta’at kepada Allah, rajin shaum dan juga shalat malam. Kebiasaan itu berlanjut hingga setelah Rasulullah wafat.

PENJAGA MUSHAF AL QURAN YANG PERTAMA

Karya besar Hafshah bagi Islam adalah terkumpulnya Al-Qur’an di tangannya, setelah mengalami penghapusan karena dialah satu-satunya istri Nabi yang pandai membaca dan menulis.

Sejak muda Hafshah senang belajar ilmu sastra. Hafshah mempelajari beberapa tulisan dari seorang yang menyembuhkan anak perempuan Abdullah al Qarsyiah al Adawiyah. Hafshah rajin dalam mempelajari ilmu sampai akhirnya beliau menjadi seorang perempuan yang pandai membaca dan menulis di kalangan kaum Quraisy.

Pada masa Rasulullah hidup, Al-Qur’an terjaga di dalam dada dan dihafal oleh para sahabat, untuk kemudian dituliskan pada pelepah kurma atau lembaran-lembaran yang tidak terkumpul dalam satu kitab khusus.

Pada masa khalifah Abu Bakar, para penghafal A1-Qur’an banyak yang gugur dalam Perang Riddah (perang melawan kaum murtad). Hal itu mendorong Umar bin Khaththab mendesak Abu Bakar agar mengumpulkan Al-Qur’an yang tercecer.

Awalnya Abu Bakar merasa khawatir kalau mengumpulkan Al-Qur’an dalam satu kitab itu merupakan sesuatu yang mengada-ada (bid'ah), karena pada zaman Rasulullah hal itu tidak pernah dilakukan.

Akan tetapi atas desakan Umar, Abu Bakar akhirnya memerintah Hafshah untuk mengumpulkan Al-Qur’an, sekaligus menyimpan dan memeliharanya. Mushaf asli Al-Qur’an itu berada di rumah Hafshah hingga dia meninggal.

Hafshah tidak hanya mengumpulkan dan menyimpan mushaf Al Quran di rumahnya, beliau juga menjaganya di dalam dada. Ya beliau menghafalnya, hingga hafal 30 juz Al Quran. Dialah wanita pertama yang hafal Al Quran 30 juz.

AKHIR HIDUP HAFSHAH

Haffshah radhiallahu ‘anha meninggal ketika belum genap sepuluh hari di bulan Sya’ban tahun ke-41 H.

Seketika langsung tersiar kabar ke seluruh kota Madinah akan wafatnya Hafsah. Beliau dimakamkan di pemakaman Baqi’

Semoga rahmat dan ridha Allah senantiasa menyertai beliau karena  telah menjaga al-Qur’an al-Karim. Dan karena  dialah wanita yang disebut Jibril sebagai Shawwamah dan Qawwamah (Wanita yang rajin shaum dan shalat). Juga karena beliau adalah istri Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam di surga.

Tulisan di atas di ambil SinyalAlam dengan sedikit pengeditan tanpa mengurangi maksud.
Sumber:
Dzaujatur-Rasulullah, karya Amru Yusuf, Penerbit Darus-Sa’abu, Riyadh
www.kisahmuslimdotcom
www.ammahsukmadotcom

Mohon maaf bila ada kekurangan maupun kesalahan dalam penulisan maupun penyampaianya. Dan  Semoga kisah mengenai Wanita Pertama Yang Hafal Al Quran 30 Juz di atas dapat menambah wawasan kita semua.
Sekian semoga bermanfaat dan Terima Kasih..

Artikel Lain :


  • Kisah teladan pidato Umar Bin Khattab di protes seorang wanita

  • NEXT ARTICLE Next Post
    PREVIOUS ARTICLE Previous Post
    NEXT ARTICLE Next Post
    PREVIOUS ARTICLE Previous Post
     

    Delivered by FeedBurner